SURAT UNTUK MAMA
Rabu, 01 agustus 2011 pukul 23.00
di taman
Dear
mama,
Ma, hari ini aku bahagia. Dian, Pras,
Tino, dan Nurma datang ke rumah. Tidak kusangka, mereka memberikan surprise
untukku. Awalnya, aku sendirian di rumah. Adik-adik sudah tidur. Ayah seperti
biasa, pulang sebentar untuk menengok keadaanku dan adik-adik lalu pergi lagi.
aku hanya berdiam diri di kamar. Tidak terasa, air mataku jatuh perlahan. Aku
ingat mama. Aku merasa kesepian ma. Tiba-tiba aku mendengar suara ketukan pintu
dari luar dan ketika aku membuka pintu, mereka datang menyanyikan lagu “Happy
Birthday”. Tak kusangka, Ayah dan adik-adik ikut menyembul di belakang sambil
membawa kue ulang tahun. Iya ma, aku sudah menginjak umur 17 tahun. Aku
bahagiaa sekali. Aku punya mama, aku punya ayah, adik-adik, dan
sahabat-sahabat. Rasanya, aku anak paling beruntung di dunia ini. Mereka
memberiku hadiah sebuah jam tangan cantik bergambar menara Eiffel, hehehe. Ma,
aku takut. Aku semakin takut umurku bertambah. Aku terlalu takut untuk mengenal
cinta seperti yang dulu mama ceritakan.
Sebenarnya
banyak hal yang aku ingin ceritakan kepada mama. Tapi, aku benci. Aku benci
saat-saat air mataku menetes untuk menuliskan cerita kepada mama. Aku benci
saat-saat tulisan ini basah karena air mataku. Seandainya mama disini, mungkin
aku tak perlu menghabiskan tinta penaku untuk sekedar menuliskan cerita
untukmu. Aku juga tak perlu menghabiskan lembaran-lembaran kertasku untukmu.
Ma, aku hanya ingin sekedar mengenang semua tentangmu malam ini. Aku tak peduli
berapapun air mata yang akan menetes. Apa mama ingat ketika mama mengajari aku
berhitung dan menggambar sosokmu di taman ini? Apa mama ingat ketika mama
memarahiku, memelukku, menggandeng tanganku di taman ini?. Ma, jangan membuat
aku semakin membencimu. Aku benci ketika aku pulang sekolah mama tak ada
dirumah. Aku benci ketika bukan mama orang pertama kali yang mendengar
ceritaku. Aku benci ketika mama pergi. Aku
benci ketika kau menutupi tangisanmu dengan senyuman. Aku mengerti ma. Kau selalu
mengajariku menjadi sosok bijaksana, dewasa dalam segala hal. Aku selalu
mencoba untuk tidak menangis. Lihatlah aku ma, putrimu yang sedang belajar
dewasa. Ma, Aku masih disini. Di taman tempat mama meninggalkan aku. Sampai
kapanpun akan menunggumu untuk menjemputku ma.
Putrimu
***
Aku
memasukkan kertas surat untuk mamaku ke dalam sebuah amplop merah, warna
kesukaan mamaku. Kututup malamku sambil mendengar rekaman senandung merdu dari
mamaku. Mama memberiku lagu berdurasi sekitar tiga menit kepadaku. Biasanya
malam-malam seperti ini mama selalu menutup gorden kamarku, mematikan lampu dan
segera menyuruhku tidur. Bangun pagi selalu ada mama yang berteriak-teriak
membangunkanku. Aku masih tak mau beranjak dari tempat tidur, mama langsung
masuk kekamarku. Sambil mengomel dia mengangkat selimutku dan menyuruhku sholat
subuh. Selesai sholat subuh selalu ada segelas susu diatas meja belajarku. Mama
selalu menanamkan kebiasaan untuk belajar sehabis sholat subuh. Lalu pukul enam
aku bergegas mandi dan berangkat sekolah, waktu itu aku masih duduk di bangku
kelas enam sekolah dasar. Selalu mama yang memaksaku untuk sekedar mengisi
perutku dengan beberapa sendok nasi. Mama paling tidak suka melihat rambutku
digerai. Dia sering membelikanku pita-pita lucu berwarna-warni untuk mengikat
rambutku.
“Kamu
anak perempuan mama yang menjadi kebanggan keluarga, ajarkan sikap baik kepada
adik-adikmu. Jangan sampai adik-adikmu meniru kebiasaan burukmu. Kamu harus
mandiri. Ingat satu hal, kamu tidak boleh sombong. Kamu bukan orang kaya
seperti teman-temanmu. Tidak ada yang perlu disombongkan, karena semua ini
hanya titipan Tuhan. Suatu saat jika kamu menjadi orang sukses jangan lupa sama
saudara-saudaramu. Bantu mereka, karena mereka selalu membantumu untuk meraih
kesuksesan. Mama dan Ayah berusaha sekeras mungkin menyekolahkanmu sampai kamu
menjadi orang berhasil, jadi jangan pernah kecewakan orang tua. Mama cukup
bangga punya putri seperti kamu.” Ini yang paling sering dikatakan mamaku.
Kadang aku merasa bosan dengan kata-kata mamaku yang satu itu. Tapi, kata-kata
mamaku itu yang menjadikanku sebagai batas untuk melakukan sesuatu.
Mamaku
memakai jilbab, badannya sedikit gemuk, dia suka sekali membuat kue. Setiap
pagi setelah mengurusi aku dan adik-adikku mamaku bergegas ke pasar untuk
membuka warung. Iya, mamaku membuka warung makan dan toko roti kecil-kecilan
untuk sekedar membantu penghasilan ayah membiayai sekolahku dan adik-adikku.
Meskipun ayahku pegawai di kantor PLN, rupanya penghasilan ayah tak cukup juga
untuk memenuhi kebutuhan rumah dan sekolah kami. Setiap pulang sekolah, aku
berusaha sebisa mungkin untuk membantu mamaku di warung. Sekitar jam lima sore,
mamaku pulang dari warung. Aku kira mama akan segera istirahat dan bergegas
tidur untuk melepas lelah. Ternyata selalu saja tidak. Mamaku adalah sosok
wanita yang tak pernah lelah dan tak pernah mengeluh. Karena selalu saja banyak
pesanan kue, terkadang mamaku tidur jam tiga pagi lalu bangun pagi untuk
membuka warung. Malamnya, membuat kue lagi sampai malam. Seterusnya begitu. Tak
lupa ayahku selalu membantu mamaku.
***
Kamis, 01 Agustus 2012 pukul 23.00
di taman
Dear
mamaku sayang,
Ma, hari ini aku berumur 18 tahun.
Hari ini tak seperti biasanya. Aku merasa kesepian disini. Aku bosan dengan
keaadaanku sekarang. Aku tidak betah hidup di Jogja. Mana keindahan hidup yang
mama pernah bilang? Memang aku mempunyai banyak teman disana, tapi tak ada
satupun yang sungguh-sungguh berteman denganku. Semua sibuk dengan urusannya
masing-masing. Ma, biar kuceritakan sedikit tentang kehidupanku di Jogja.
Disana hidupku serba hemat ma, aku selalu ingat kerja keras ayah untuk
membiayai kuliahku. Sampai sekarang aku masih berusaha mendapatkan beasiswa
untuk meringankan beban ayah. Ma, aku berhasil masuk ke kampus impianku di
Institut Seni,ma. Ini karna resep rahasia mama. Yang selalu menyuruhku membaca
banyak sholawat ketika akan memulai mengerjakan tes.
Ma, maafkan aku. Aku tak bisa
bercerita langsung kepada mama. Tapi, kusempatkan menulis surat ini untuk
memberitahumu ma. Ma, namanya Adit. Dia orang yang selama ini ingin kuceritakan
kepada mama. Dia mahasiswa seangkatanku. Dia orang yang selalu membuat
hari-hariku lebih berwarna. Aku merasa nyaman ketika aku bersamanya. Kami sudah
berkenalan sejak enam bulan lalu, dia sangat baik kepada semua orang. kami
bertemu ketika kami sama-sama mengikuti organisasi pers mahasiswa di kampus.
Aku menyukainya. Tapi, dia selalu cuek. Awalnya, aku dulu yang meng-add
facebooknya karena aku ingin menayakan sesuatu yang berhubungan tentang kampus.
Setelah sebulan lamanya akhirnya dia mengkonfirmku menjadi temannya di
facebook. Ternyata kami mengikuti organisasi yang sama. Tapi tetap saja dia
tidak tau aku, apalagi namaku. Akhirnya kami berkenalan dan setelah sekian lama
berteman tak kusangka dia juga menyukaiku. Aku sudah mngenalkannya pada ayah.
Inikah tentang cinta yang dulu mama bicarakan? Aku ingat mama pernah bilang
jika mungkin aku akan menemukan cintaku di umur 18 tahun, hehehe. Ma, aku
selalu ingat pesan mama bahwa aku harus berhati-hati. Tetap ma, kuliahku nomor
satu dan masa depanku masih panjang. Aku masih tetap ingin pergi ke menara
Eiffel dan mengelilingi benua Eropa ma.
Ma, maafkan aku ya aku harus menutup
surat ini, lain kali aku akan menulis lebih banyak hal lagi untuk mama. Karena
aku harus kembali lagi ke Jogja, kota perantauanku besok pagi ma. Daritadi ayah
sudah berteriak-teriak memanggilku untuk bergegas tidur. Oia, ada satu hal lagi
yang terlupakan. Adik-adik sekarang sudah menginjak remaja ma. Abby, kemarin
mendapat ranking satu dan menjabat sebagai ketua OSIS di sekolahnya, Hera,
sekarang mengikuti jejakku melanjutkan SMAnya di asrama. Ayah, seperti biasa
tetap bekerja sambil bergantian menjaga warung dengan nenek.
Ma,
setiap langkahku selalu ada mama. Mama baik-baik ya disana. Aku selalu
merindukanmu.
Putrimu
***
Kuletakkan
amplop merah yang berisi surat untuk mamaku di atas gundukan tanah sambil
kutaburkan bunga mawar merah kesukaan mamaku. Kubiarkan air mataku jatuh
perlahan. Sudah tiga tahun ini mama pergi. Mamaku meninggal karena penyakit
kanker. Aku yakin mamaku sekarang bersama bidadari-bidadari yang lain menunggu
surga.
Tuhan..
aku titip mamaku. Jagalah dia dan tempatkanlah dia di rumah terbaikmu di surga
dan jadikanlah dia bidadari yang paling bersinar.
Titis Lutfitasari
0 comments:
Post a Comment