Thursday 27 June 2013

cerpen : Surat untuk mama

SURAT UNTUK MAMA
Rabu, 01 agustus 2011 pukul 23.00 di taman
Dear mama,
            Ma, hari ini aku bahagia. Dian, Pras, Tino, dan Nurma datang ke rumah. Tidak kusangka, mereka memberikan surprise untukku. Awalnya, aku sendirian di rumah. Adik-adik sudah tidur. Ayah seperti biasa, pulang sebentar untuk menengok keadaanku dan adik-adik lalu pergi lagi. aku hanya berdiam diri di kamar. Tidak terasa, air mataku jatuh perlahan. Aku ingat mama. Aku merasa kesepian ma. Tiba-tiba aku mendengar suara ketukan pintu dari luar dan ketika aku membuka pintu, mereka datang menyanyikan lagu “Happy Birthday”. Tak kusangka, Ayah dan adik-adik ikut menyembul di belakang sambil membawa kue ulang tahun. Iya ma, aku sudah menginjak umur 17 tahun. Aku bahagiaa sekali. Aku punya mama, aku punya ayah, adik-adik, dan sahabat-sahabat. Rasanya, aku anak paling beruntung di dunia ini. Mereka memberiku hadiah sebuah jam tangan cantik bergambar menara Eiffel, hehehe. Ma, aku takut. Aku semakin takut umurku bertambah. Aku terlalu takut untuk mengenal cinta seperti yang dulu mama ceritakan.
Sebenarnya banyak hal yang aku ingin ceritakan kepada mama. Tapi, aku benci. Aku benci saat-saat air mataku menetes untuk menuliskan cerita kepada mama. Aku benci saat-saat tulisan ini basah karena air mataku. Seandainya mama disini, mungkin aku tak perlu menghabiskan tinta penaku untuk sekedar menuliskan cerita untukmu. Aku juga tak perlu menghabiskan lembaran-lembaran kertasku untukmu. Ma, aku hanya ingin sekedar mengenang semua tentangmu malam ini. Aku tak peduli berapapun air mata yang akan menetes. Apa mama ingat ketika mama mengajari aku berhitung dan menggambar sosokmu di taman ini? Apa mama ingat ketika mama memarahiku, memelukku, menggandeng tanganku di taman ini?. Ma, jangan membuat aku semakin membencimu. Aku benci ketika aku pulang sekolah mama tak ada dirumah. Aku benci ketika bukan mama orang pertama kali yang mendengar ceritaku. Aku benci ketika mama pergi.  Aku benci ketika kau menutupi tangisanmu dengan senyuman. Aku mengerti ma. Kau selalu mengajariku menjadi sosok bijaksana, dewasa dalam segala hal. Aku selalu mencoba untuk tidak menangis. Lihatlah aku ma, putrimu yang sedang belajar dewasa. Ma, Aku masih disini. Di taman tempat mama meninggalkan aku. Sampai kapanpun akan menunggumu untuk menjemputku ma.
Putrimu
***
Aku memasukkan kertas surat untuk mamaku ke dalam sebuah amplop merah, warna kesukaan mamaku. Kututup malamku sambil mendengar rekaman senandung merdu dari mamaku. Mama memberiku lagu berdurasi sekitar tiga menit kepadaku. Biasanya malam-malam seperti ini mama selalu menutup gorden kamarku, mematikan lampu dan segera menyuruhku tidur. Bangun pagi selalu ada mama yang berteriak-teriak membangunkanku. Aku masih tak mau beranjak dari tempat tidur, mama langsung masuk kekamarku. Sambil mengomel dia mengangkat selimutku dan menyuruhku sholat subuh. Selesai sholat subuh selalu ada segelas susu diatas meja belajarku. Mama selalu menanamkan kebiasaan untuk belajar sehabis sholat subuh. Lalu pukul enam aku bergegas mandi dan berangkat sekolah, waktu itu aku masih duduk di bangku kelas enam sekolah dasar. Selalu mama yang memaksaku untuk sekedar mengisi perutku dengan beberapa sendok nasi. Mama paling tidak suka melihat rambutku digerai. Dia sering membelikanku pita-pita lucu berwarna-warni untuk mengikat rambutku.
“Kamu anak perempuan mama yang menjadi kebanggan keluarga, ajarkan sikap baik kepada adik-adikmu. Jangan sampai adik-adikmu meniru kebiasaan burukmu. Kamu harus mandiri. Ingat satu hal, kamu tidak boleh sombong. Kamu bukan orang kaya seperti teman-temanmu. Tidak ada yang perlu disombongkan, karena semua ini hanya titipan Tuhan. Suatu saat jika kamu menjadi orang sukses jangan lupa sama saudara-saudaramu. Bantu mereka, karena mereka selalu membantumu untuk meraih kesuksesan. Mama dan Ayah berusaha sekeras mungkin menyekolahkanmu sampai kamu menjadi orang berhasil, jadi jangan pernah kecewakan orang tua. Mama cukup bangga punya putri seperti kamu.” Ini yang paling sering dikatakan mamaku. Kadang aku merasa bosan dengan kata-kata mamaku yang satu itu. Tapi, kata-kata mamaku itu yang menjadikanku sebagai batas untuk melakukan sesuatu.
Mamaku memakai jilbab, badannya sedikit gemuk, dia suka sekali membuat kue. Setiap pagi setelah mengurusi aku dan adik-adikku mamaku bergegas ke pasar untuk membuka warung. Iya, mamaku membuka warung makan dan toko roti kecil-kecilan untuk sekedar membantu penghasilan ayah membiayai sekolahku dan adik-adikku. Meskipun ayahku pegawai di kantor PLN, rupanya penghasilan ayah tak cukup juga untuk memenuhi kebutuhan rumah dan sekolah kami. Setiap pulang sekolah, aku berusaha sebisa mungkin untuk membantu mamaku di warung. Sekitar jam lima sore, mamaku pulang dari warung. Aku kira mama akan segera istirahat dan bergegas tidur untuk melepas lelah. Ternyata selalu saja tidak. Mamaku adalah sosok wanita yang tak pernah lelah dan tak pernah mengeluh. Karena selalu saja banyak pesanan kue, terkadang mamaku tidur jam tiga pagi lalu bangun pagi untuk membuka warung. Malamnya, membuat kue lagi sampai malam. Seterusnya begitu. Tak lupa ayahku selalu membantu mamaku.
***
Kamis, 01 Agustus 2012 pukul 23.00 di taman
Dear mamaku sayang,
            Ma, hari ini aku berumur 18 tahun. Hari ini tak seperti biasanya. Aku merasa kesepian disini. Aku bosan dengan keaadaanku sekarang. Aku tidak betah hidup di Jogja. Mana keindahan hidup yang mama pernah bilang? Memang aku mempunyai banyak teman disana, tapi tak ada satupun yang sungguh-sungguh berteman denganku. Semua sibuk dengan urusannya masing-masing. Ma, biar kuceritakan sedikit tentang kehidupanku di Jogja. Disana hidupku serba hemat ma, aku selalu ingat kerja keras ayah untuk membiayai kuliahku. Sampai sekarang aku masih berusaha mendapatkan beasiswa untuk meringankan beban ayah. Ma, aku berhasil masuk ke kampus impianku di Institut Seni,ma. Ini karna resep rahasia mama. Yang selalu menyuruhku membaca banyak sholawat ketika akan memulai mengerjakan tes.
            Ma, maafkan aku. Aku tak bisa bercerita langsung kepada mama. Tapi, kusempatkan menulis surat ini untuk memberitahumu ma. Ma, namanya Adit. Dia orang yang selama ini ingin kuceritakan kepada mama. Dia mahasiswa seangkatanku. Dia orang yang selalu membuat hari-hariku lebih berwarna. Aku merasa nyaman ketika aku bersamanya. Kami sudah berkenalan sejak enam bulan lalu, dia sangat baik kepada semua orang. kami bertemu ketika kami sama-sama mengikuti organisasi pers mahasiswa di kampus. Aku menyukainya. Tapi, dia selalu cuek. Awalnya, aku dulu yang meng-add facebooknya karena aku ingin menayakan sesuatu yang berhubungan tentang kampus. Setelah sebulan lamanya akhirnya dia mengkonfirmku menjadi temannya di facebook. Ternyata kami mengikuti organisasi yang sama. Tapi tetap saja dia tidak tau aku, apalagi namaku. Akhirnya kami berkenalan dan setelah sekian lama berteman tak kusangka dia juga menyukaiku. Aku sudah mngenalkannya pada ayah. Inikah tentang cinta yang dulu mama bicarakan? Aku ingat mama pernah bilang jika mungkin aku akan menemukan cintaku di umur 18 tahun, hehehe. Ma, aku selalu ingat pesan mama bahwa aku harus berhati-hati. Tetap ma, kuliahku nomor satu dan masa depanku masih panjang. Aku masih tetap ingin pergi ke menara Eiffel dan mengelilingi benua Eropa ma.
            Ma, maafkan aku ya aku harus menutup surat ini, lain kali aku akan menulis lebih banyak hal lagi untuk mama. Karena aku harus kembali lagi ke Jogja, kota perantauanku besok pagi ma. Daritadi ayah sudah berteriak-teriak memanggilku untuk bergegas tidur. Oia, ada satu hal lagi yang terlupakan. Adik-adik sekarang sudah menginjak remaja ma. Abby, kemarin mendapat ranking satu dan menjabat sebagai ketua OSIS di sekolahnya, Hera, sekarang mengikuti jejakku melanjutkan SMAnya di asrama. Ayah, seperti biasa tetap bekerja sambil bergantian menjaga warung dengan nenek.
Ma, setiap langkahku selalu ada mama. Mama baik-baik ya disana. Aku selalu merindukanmu.
  Putrimu
***
Kuletakkan amplop merah yang berisi surat untuk mamaku di atas gundukan tanah sambil kutaburkan bunga mawar merah kesukaan mamaku. Kubiarkan air mataku jatuh perlahan. Sudah tiga tahun ini mama pergi. Mamaku meninggal karena penyakit kanker. Aku yakin mamaku sekarang bersama bidadari-bidadari yang lain menunggu surga.
Tuhan.. aku titip mamaku. Jagalah dia dan tempatkanlah dia di rumah terbaikmu di surga dan jadikanlah dia bidadari yang paling bersinar.







Titis Lutfitasari

Monday 24 June 2013

story : BERHASIL LAGI

BERHASIL LAGI 

Aku bangun dari mimpiku. Sejenak aku tatap layar hanphoneku dan mengirim sms untuk ibuku. Tak lama suara dering nyayian avril lavigne mengagetkanku. Ibuku menelpon. Entahlah, kalimat itu spontan saja keluar dari mulutku dan mungkin berhasil mengoyak hati ibuku. “bu, kapan ibu akan melunasi pembayaran asrama?” tanyaku dengan mudahnya. Ibuku berkata “iya nak, sabar dulu nanti ibu akan mengirimkan jika uang sudah ada.” Tak lama setelah itu teleponpun mati. Perlahan aku mengusap air mata ini. aku biarkan diriku tersedu sejenak. Menangis setidaknya melegakan meski tidak menyelesaikan. Ingin rasanya aku pulang dan bersujud memohon ampun kepadamu bu. Aku memang anak yang tak tahu diri. Sudah berhasil lagi membebanimu, berhasil lagi membuat ibu memikirkan hal yang seharusnya tak perlu dipikirkan, dan berhasil lagi membuat ibu menangis. Ibu, sebuah nama yang agung dan bersahaja. Maafkan aku bu, aku adalah seorang anak yang bisa mendoakanmu lewat solatku dan bangun-bangun malamku. Bu, aku tak sekedar mendoakanku tapi aku persembbahkan jiwaku untuk selalu bersamamu dimanapun aku berada. Meskipun aku tau sebenarnya engkau ibu angkatku.